Sukses

Benny Tjokro Divonis Nihil, Kejagung Pastikan Ajukan Banding

Kejagung menilai, putusan nihil terhadap Benny Tjokro tersebut sangat mencederai rasa keadilan masyarakat.

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan mengajukan langkah hukum banding atas vonis nihil terdakwa kasus korupsi Asabri Benny Tjokrosaputro. Hal tersebut berdasarkan sejumlah pertimbangan.

“Kami akan mengajukan upaya hukum banding terhadap perkara a quo dengan harapan dapat dihukum sebagaimana surat tuntutan Penuntut Umum,” tutur Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangannya, Kamis (12/1/2023).

Menurut Ketut, putusan tersebut sangat mencederai rasa keadilan masyarakat. Pasalnya, sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah menuntut terdakwa Benny Tjokrosaputro dengan hukuman mati lantaran melakukan pengulangan tindak pidana korupsi dengan berkas perkara dalam penuntutan terpisah.

“Bahwa terdakwa Benny Tjokrosaputro terbukti secara sah melakukan tindak pidana, namun dijatuhi hukuman nihil. Hal ini bertentangan dengan undang-undang tindak pidana korupsi dengan ancaman minimal 4 tahun penjara, sementara kerugian negara mencapai puluhan triliun,” jelas dia.

Ketut mengatakan, proses hukum terdakwa Benny Tjokrosaputro dalam perkara PT Asuransi Jiwasraya memang telah berkekuatan hukum tetap alias inkracht berdasarkan Putusan Mahkamah Agung dengan hukuman pidana seumur hidup. Namun dalam perkara tersebut, masih ada kesempatan upaya hukum luar biasa Peninjauan Kembali (PK).

“Apabila dalam Peninjauan Kembali kemudian menurunkan hukuman menjadi bebas atau dihukum 10 tahun misalnya, bukankah itu artinya terdakwa Benny Tjokrosaputro melakukan tindak pidana korupsi sekitar Rp38 triliun di kerugian kasus PT Asuransi Jiwasraya dan kasus PT ASABRI, tidak mendapat hukuman yang setimpal karena putusan dalam perkara PT ASABRI nihil. Hal itulah yang semestinya menjadi perspektif hakim dalam memutus perkara tersebut,” Ketut menandaskan.

2 dari 2 halaman

Divonis Nihil

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat menjatuhkan putusan atau vonis nihil terhadap terdakwa kasus korupsi PT Asabri, Benny Tjokrosaputro.

"Menjatuhkan pidana dengan pidana nihil kepada terdakwa," tutur Hakim di PN Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (12/1/2023).

Enam+00:57VIDEO: Ngeri! Power Bank Terbakar di Kabin Pesawat Scoot Airlines Majelis Hakim menyatakan Benny Tjokro terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, turut serta melakukan tindak pidana korupsi dalam dakwaan kesatu primer dan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dalam dakwaan kedua primer. Dia pun diperintahkan membayar uang pengganti sebesar Rp 5.733.250.247.731.

Apabila uang pengganti tersebut tidak dibayar paling lama 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap atau inkrah, maka harta benda terdakwa Benny Tjokrosaputro dapat disita dan dilelang atau diganti dengan pidana kurungan penjara.

Adapun menurut majelis hakim, Benny Tjokrosaputro telah dijatuhi hukuman seumur hidup pada 16 Oktober 2020 oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dan diperkuat oleh Pengadilan Tinggi Jakarta dan Mahkamah Agung. Atas dasar itu, terdakwa telah menerima vonis berkekuatan hukum tetap.

"Terdakwa telah menjalani sebagian hukuman dalam perkara tindak pidana korupsi Jiwasraya yang sudah berkekuatan hukum tetap tersebut. Tindak pidana korupsi dalam perkara Jiwasraya berbarengan dan dalam perkara PT Asabri, sehingga lebih tepat dikategorikan concursus realis atau meerdaadse samenloop, bukan sebagai pengulangan tindak pidana," kata hakim.

Sebelumnya, Direktur Utama PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro dituntut hukuman mati dalam perkara korupsi PT Asabri (Persero) dan PT Asuransi Jiwasraya.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung meminta Direktur Utama PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro untuk dihukum mati karena melakukan kejahatan berulang.

"Dalam penjatuhan pidana, negara melalui peraturan perundang-undangan pidana tertentu yang bersifat luar biasa (extraordinary crime) yang tidak terlepas dari sifat kejahatan serius dan merusak nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan, termasuk di antaranya penerapan pidana mati sebagaimana dalam ketentuan Pasal 2 ayat 2 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Agung Wagiyo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, dikutip dari Antara, Kamis 27 Oktober 2022.